Selasa, 24 Desember 2013

Nasib buruk

Sepertinya hari sudah beranjak senja ketika aku seolah menyerah untuk berpikir, burung-burung sudah mulai berkeliaran memenuhi semburat merah di angkasa, dan bunyi klakson yang bersahutan mulai bernyanyi seiring jalanan sudah kembali padat oleh kendaraan-kendaraan mewah. Entah sudah berapa banyak pakar yg menyatakan negeri ini adalah negeri yang miskin, negeri potensi perkembangannya sangat lambat (karena harus membayar bunga-bunga hutang tentunya). Tapi lihatlah di ibukota negeri ini, bahkan berjalan kaki pun seolah tak ada celah, kendaraan-kendaraan mewah terparkir di kiri kanan jalan, bahkan di tengah!!!
Kepalaku berdenyut ketika lamat-lamat ku menatap di seberang jalan, seorang nenek yang sedang menggendong seorang bayi sedang di gelandang petugas, entah salah apa yang telah di perbuatnya.
Aku seorang pendatang. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, di tengah gemerlap kota ini. Yang ku tahu (kata orang-orang kampungku) di kota inilah tempat dimana nasib baik bertemu tuannya.
Yang aku tak tahu, dimana nasib baik itu?
Yang aku tak tahu, nasib buruk lebih sering bertemu dengan tuannya..
Nasib buruk yang menyebabkan anak kehilangan orang tuanya bahkan di dalam peluknya..
Nasib buruk yang menyebabkan sekelompok agamawan bertengkar tentang hal-hal di luar akidah, alih-alih mempersatukan pendapat dan umat..
Nasib buruk yang menyebabkan orang-orang pintar pembela rakyat justru menikam orang yang di belanya..
Nasib buruk bagi pemegang-pemegang kunci kebaikan, karena sungguh keburukan telah memakai topeng keadilan..
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar